Selamat Jalan Sutar Soemitro, Pendiri Buddhazine yang Cerdas dan Sederhana
Sutar Soemitro. Sumber IG: @supersutar |
Saya diam sejenak, dan menghela nafas cukup dalam. Saya tidak begitu kaget dengan berita itu, karena saya sudah tahu bahwa pendiri budhazine itu sudah mengidap penyakit yang cukup lama. Namun, kenangan bersama Sutar Sumitro selalu penuh pelajaran.
Saya bertemu dengan Sutar saat kami bersama-sama bertugas meliput sebuah kegiatan keagamaan di Jakarta. Saya saat itu masih, bekerja di ICRP dan rutin menulis berita seputar agama dan toleransi di majalah majemuk dan ICRP Online. Antara 2011-2016.
Saya dikenalkan oleh Ryan Nalla (Ngasiran), pemuda Budhis asal Jepara. Kami bertiga sering bertemu diberbagai kegiatan keagamaan. Bahkan di luar jam kerja kami sering sesekali menikmati kopi, udud, sambil menggosip soal perilaku tokoh/agamawan di Indonesia. Sebuah obrolan yang sederhana.
Buddhis Visioner
Berbeda dengan pemuda-pemudi Budhis lainnya. Saya mengenal Sutar sebagai seorang pemuda yang visioner. Dia tahu betul bahwa kelak perkembangan media online akan mengalahkan media konvensional. Oleh sebab itu, dia sekara sukarela membuat media online Buddhazine. Berbekal dengan keahlian dan nekat.Dari awal pendirian Buddhazine, saya mungkin termasuk orang yang paling sering diskusi soal konten dan desainnya. Karena saya juga memegang media online saat itu. Beberapa kali dia singgah di ICRP, kantor saya, untuk diskusi banyak hal.
Dalam banyak diskusi kami, saya menangkap dia mempunyai keinginan kuat untuk menyebarkan ide, gagasan, dan berita agama yang damai. Kebaikan harus terus menerus dikabarkan. Namun, kita perlu menguasai teknologinya, strategi dan konsepnya harus jelas.
Buddhazine tidak boleh hanya menyebarkan berita. Namun bagaimana berita itu dikemas dengan baik, sehingga pembaca tertarik. Tehnik penulisan dan indexing di mesin pencari juga diperhitungkan dengan rinci.
"Kang Sutar selain seorang penulis, dia juga seorang editor yang baik" ucap Ngasiran, suatu ketika ke saya.
Dan saya 100 persen meyakini kebenaran itu.
Pemuda Sederhana
Sutar adalah pemuda sederhana. Dia hanya memikirkan bagaimana nasib media buddhazine bisa memberikan informasi kepada masyarakat. Bahkan dia sering melupakan kesehatannya sendiri. Di tengah sakitnya, dia masih ngopeni Budhazine.Sutar juga bukan pemuda yang memanfaatkan sesuatu untuk kesenangannya sendiri. Seringkali saya ngobrol sama Ngasiran, sahabat Sutar dalam mendirikan Budhazine. Sutar adalah keponakan pejabat di Kementrian Agama. Beberapa kali Sutar dibujuk untuk masuk menjadi PNS, namun pihaknya menolak. Dia lebih senang hidup mengalir dan memperjuangan nilai-nilai dhamma sesuai dengan keyakinannya.
Saya tahu, semakin tingginya pengunjung Buddhazine, banyak lembaga yang mencoba menawarinya uang untuk dibeli. Namun, upaya tersebut ditepisnya. "Buddhazine bukan media untuk mencari uang, tapi untuk mengabarkan dhamma ke masyarakat" begitulah kira-kira yang saya pahami dari konsistensinya merawat Buddhazine.
Pejuang tangguh, selamat jalan
Kini, sosok yang ramah, santun, cerdas dan bersahaja itu telah pulang. Meninggalkan penderitaan dan penyakit yang selama ini melekat pada tubuhnya. Terus terang, saya tidak kuasa melihat kondisi kesehatannya selama satu tahun belakangan. Namun, dibalik sakit itu, dia selalu optimis untuk sembuh dan terus ingin berjuang menghidupkan Buddhazine.Selamat jalan Kang Sutar. Kami pasti sangat merindukan sosok sederhanamu, pengendara motor Honda, Astrea Grand yang jadul, dan wartawan yang selalu bawa-bawa kamera dan voice recorder kebanggan. Tugasmu telah usai.
Muhammad Mukhlisin
Muhammadmukhlisin.com
Terima kasih atas tulisannya.
BalasHapusSelamat Jalan Bro Sutar. Sang Pejuang Kebaikan